Menikmati Satu Dekade Aceh Damai



ikramshare.blogspot.comHari ini sepuluh tahun yang lalu, Helsinki (Finlandia) 15 Agustus 2005. Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Sepakat untuk mengakhir perhelatan kontak senjata di Bumi Serambi Mekkah. Perbedaan paham ini akhirnya disepakati oleh kedua belah pihak. Poin pentingnya adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tidak ada kata pisah dengan negara Ibunya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tangan dingin Martti Ahtisaari menyalamkan tangan juri runding kedua pihak yaitu Hamid Awaluddin dan Malek Mahmud. Ini merupakan salah satu hikmah penting dari bencana maha dahsyat yang menggetarkan dan mengusik dunia Tsunami 26 Desember 2004 yang telah merenggut dan menghilangkan ratusan ribu nyawa Masyarakat Aceh.
Kalau dulu kita seingat saya, ada acara-acara atau piasan yang dibuat oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mengajak seluruh masyarakat mendukungan aceh merdeka. Mereka mengundang seluruh warga digampong-gampong terutama wilayah Aceh Besar, Aceh Pidie, Bireuen, Aceh Jaya, Aceh Utara, Lhokeumawe, Aceh Timur dan Kota Langsa untuk tumpah ruah ke Banda Aceh. Mendelegasikan bahwa mari kita merdekakan aceh. Acara dipusatkan di Mesjid Raya Baiturrahman Aceh. Puluhan ribu masyarakat aceh dari berbagai arah mata angin datang. Tua muda, bapak ibu, agam inong, bahkan anak-anak ikut berpartisipasi. Bendera Aceh (bintang bulan) menjadi asesoris wajib. Ada yang dikibarkan di mobil-mobil seperti mobil karnaval, ada yang diikatkan di punggung, bahkan ada yang dijadikan bandana dengan ikatkan dikepala. Begitulah kemeriahan dan hebatnya kebersamaan orang aceh. Bahkan mereka ke Banda Aceh menggunakan biaya sendiri dan rela meninggalkan rutinitas mereka. Begitulah perjuangan kita dalam mencapai kemerdekaan.

Kalau dulu juga sering kita mendengar kata-kata Referendum, Aceh merdeka, Hidup saree mate syahid, dll. Kata-kata ini sering kita lihat dipersimpangan-persimpangan, di spanduk-spanduk, di perkantoran, dan di jalan-jalan. Misalnya kata referendum banyak ditulis dalam bentuk grafiti menggunakan cat semprot pilox. Begitulah ekspresi para pejuang kemerdekaan. Patut juga kita apresiasikan dalam konsteks usaha mencapai kemerdekaan.

Kala itu juga sering terdengar berita-berita aset Pemerintah Indonesia yang dibakar oleh OTK. Misalnya Sekolah, Mobil, Perkantoran, dll. Tujuan pembakaran ini mungkin hanya sebatas teror meneror. Yang kita sayangkan adalah pembakaran sekolah yang notabenenya adalah tempat kita masyarakat Aceh belajar. Sedih melihat anak-anak usia sekolah yang seharusnya sekolah tetapi tidak sekolah dikarenakan sekolahnya dibakar dan solusinya ada yang bersekolah di bangunan darurat atau dipindahkan sekolahnya. Itu terjadinya di gampong-gampong luar Banda Aceh. Untuk Banda Aceh sendiri masih jarang terjadi. Oleh karena ini beberapa orang tua atau masyarakat yang fokus terhadap pendidikan anaknya mereka memindahkan dan menyekolahkan anak-anaknya ke Banda Aceh. Seperti salah seorang teman SD saya yang berasal dari Idie Aceh Timur, khusus ke Banda Aceh untuk mencari namanya pendidikan dan bersekolah dengan tenang untuk mencapai cita-citanya.

Kala itu juga yang paling sangat meyedihkan adalah penembakan oleh OTK kepada orang-orang pintar Aceh. Desas-desusnya adalah tidak boleh ada orang pintar di Aceh. Beberapa tokoh Akademisi dan orang sangat berpengaruh terhadap pembangunan merenggut nyawa karena ditembak. Sebut saja Teuku Johan yang mantan TNI ditembak ketika pulang dari shalat shubuh di Mesjid Raya Baiturrahman pada tahun 2001 silam. Selanjutnya juga Tgk. Syafwan Idris ditembak dirumahnya di kawasan Darussalam. Beliau adalah Rektor IAIN Arraniry. Demikian juga dengan Rektor Universitas Syiah Kuala merenggut nyawa di Jalan T. Nyak Arief didalam mobil ditembak oleh OTK yang menaiki sepeda motor. Inilah dari sekian kisah yang paling memilukan.

Kini 15 Agustus 2015 sepuluh tahun sudah dari hari bersejarah dan dikota bersejarah juga. Hensinki 15 Agustus 2005 adalah tanggal yang harus kita ingat dan harus kita nomor duakan setelah tanggal 17 Agustus tahun 1945. Butir perdamaian yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Kita masyarakat Aceh membangun diri berdampingan dengan NKRI. Berdampingan seperti tiang bendera di Gedung DPRA Aceh yang memiliki dua tiang. Satu tiang dijatahkan untuk bendera Merah Putih dan satu tiang untuk bendera Bulan Bintang walaupun jarang dikibarkan dikarenakan masih belum terus terang terhadap peraturan pengibaran bendera tersebut. Begitulah istemewanya Aceh. Memiliki dua bendera dan berdampingan dengan Merah Putih tentu ini tidak dimiliki Provinsi lain. Istimewanya kita lagi memiliki dua peringatan di setiap bulan Agustus. Tentu tanggal perdamaian dan tanggal proklamasi Indonesia. Berkibar sang merah putih disetiap penjuru negeri, berkibar juga sang Bulan Bintang di Lhokseumawe dan di gedung DPRA yang dinaikkan oleh mahasiswa tetapi gagal karena ada tembakan diudara. Begitulah keistemewaan kita yang patut untuk kita nikmati.

Perdamaian ini adalah Anugerah yang harus disyukuri. Lupakan seluruh kenangan pahit masa konflik, tenggelamkan seluruh kisah tragis tragedi simpang KKA. Lupakan seluruh pembakaran dan kisah pilu lainnya, senjata-senjata juga sudah dimusnahkan. Mari kita berkontribusi terhadap NKRI. Seluruh pejuang aceh bergabung bersama berjuang untuk Indonesia. Butir kesepakatan Helsinki dilaksanakan sesuai arah dan tujuan. Pembagian hasil pendapatan daerah harus adil dan merata. Perhatian pemerintah juga wajib untuk mantan-mantan kombatan untuk membantu mengajak mereka berjuang bersama-sama untuk Indonesia dan jika tidak diperhatikan bisa saja obsesi perjuangan mereka muncul kembali. Keadilan untuk Aceh harapan kita bersama. Agar hasil-hasil pembangunan dapat kita nikmati bersama seperti kita menikmati Aceh damai saat ini. Pat Ujeun Yang Hana Pirang, pat Prang Yang Hana Reda. Maju terus Acehku sayang. 

Nikmat perdamaian ini sungguh sangat terasa apalagi bagi mereka warga di gampoeng gampoeng yang sering mendengar kontak senjata TNI vs GAM. Dulunya mungkin untuk keluar malam saja jika dirasa tidak penting maka sebaiknya tidak keluar saja karena sangat beresiko, atau siap-siap bisa saja ada teror-teror yang dilakukan oleh orang tidak dikenal padahal ia terkenal dengan sebutan OTK. Tapi sekarang sudah satu dekade ini hal-hal seperti itu tidak terjadi lagi walaupun masih ada juga angin-angin ribut yang mengusik perdamaian ini. Sekarang warga bebas untuk keluar malam, berjualan dengan aman, mengaji dengan hati tenang sampai dengan larut malam, karena sekarang Aceh sudah Damai.

0 Response to "Menikmati Satu Dekade Aceh Damai"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel