Melihat-lihat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 7 Tahun 2018
Wednesday, August 15, 2018
Add Comment
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) merupakan salah satu even tahunan dari Pemerintah Aceh. Seperti yang kita ketahui pelaksananaanya adalah setiap 4 Tahun sekali. Pelaksanaan terakhir pada tahun 2013 dan seyogyanya pula pelaksanaan berikutnya adalah pada Tahun 2017. Karena sesuatu dan lain hal termasuk kesibukan juga dimana Tahun 2017 merupakan juga tahun pelaksanaan Pilkada di Aceh, maka PKA akhirnya direncanakan dan dilaksanakan pada Tahun 2018 ini.
Pekan kebudayaan merukan event besar yang wajib dilakukan pemerintah setiap jadwalnya karena PKA merupakan ajang memamerkan atau exibition event untuk menunjukkan pada Dunia bahwa Aceh ini berbudaya tinggi dan budaya aceh merupakan budaya yang patut untuk dilestarikan, dibanggakan, dan tentu dipamerkan.
Juga salah tujuan menyatakan kepada Dunia bahwa aceh sudah damai. Salah satunya melalui event ini. Maka tidak salah pemerintah mulai mempromosikan event ini secara gencar dari satu tahun sebelumnya. Mungkin di daerah daerah pasti ada ada serupa ini. Sebut saja di Sumatera Utara punya apa yang dinamakan PRSU yaitu Pekan Raya Sumatera Utara. Begitu juga dengan daerah lain seperti Sumatera Barat dan DKI Jakarta. Event serupa selalu dinantikan baik masyarakat dalam daerah maupun diluar daerah, lokal dan internasional.
Kali ini saya mengutarakan sedikit pengalaman dan kesan saya apa yang dinamakan dengan PKA.
Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) 2018 dilaksanakan pada tanggal 5 sampai dengan 15 Agustus 2018. Pembukaan dilaksanakan dengan sangat meriah dan bergema di Stadion Harapan Bangsa Lhong Raya. Karena kesibukan dan keraguan sedikit akhirnya saya mendatangi arena PKA di Taman Ratu Safiatuddin Bandar Baru – Banda Aceh. Kesalahan saya adalah saya pergi di hari terakhir yaitu pada hari Rabu 15 Agustus 2018. Hal ini beralasan karena hamper setiap hari masyarakat memenuhi arena PKA dan kemacetan dimana-mana hal inilah membuat saya ragu untuk ke PKA. Pada hari terakhir ini, setelah saya perhatikan memang rata-rata anjungan kabupaten/kota sudah sebagian besar tutup. Dan mulai mengangkat peralatan dan isi dari dari anjungan. Tidak ada satupun anjungan yang sempat saya masuki. Setelah berputar 1 jam dan membeli minuman akhirnya saya dan istri memutuskan untuk kembali pulang karena beberapa hal yaitu anjungan sudah tutup, banyak debu, panas (karena perginya jam 12 siang) dan sudah tercapai (akhirnya ke PKA juga walaupun hari terakhir). Yang dapat saya saksikan adalah masih banyak pedagang yang semangat mencari rezeki mulai dari menjual makanan, minumam, pakaian (daster dan baju souvenir PKA), accesoris, jam tangan, gantungan, dan sebagainya.
Tanggal 15 Agustus 2018 merupakan hari terakhir PKA 7 2018. Para penari pegelaran penutupan sudah melakukan gladi bersih mereka bersiap untuk tampil malamnya. Yang dapat saya lihat dan dengan dari kejauhan memang ada beberapa remaja menari di atas panggung utama dengan bersuara gema musik tarian. Selain itu pengunjung juga masih ada. Umumnya orang atau masyarakat seperti saya yang kemarin-kemarin tidak sempat ke PKA. Dari pada tidak ke PKA akhirnya pergi saja di hari terakhir pelaksanaan.
Bagi kalian yang aktif di Media Sosial dan media cetak tentu akan sangat sering mendengar kesan dan pesan masyarakat akan pelaksaan PKA Tahun 2018 ini. Memang tidak jauh dari Kritik dan Saran. Untuk itu ada beberapa catatan penting “menurut saya” atas pelaksaaan PKA Tahun 2018. Berikut ini penjelasannya :
- PKA 7 Tahun 2018 merupakan pekan kebudayaan dengan dana atau anggaran yang cukup dan paling besar yaitu 70 Miliar lebih. Anggaran inilah yang diolah oleh pelaksana untuk menciptakan perhelatan PKA tahun ini.
- PKA 7 Tahun 2018 merupakan PKA dengan pembukaan yang menurut saya sangat megah. Bayangkan saja dari dulu tidak pernah pembukaan PKA dilaksanakan di Stadion. Penampilan 1001 penari dan atraksi video mapping merupakan salah satu daya tarik. Dengan penampilan di lapangan sepak bola tentu akan sangat menikmati pegelaran pembukaan PKA. Tapi tidak jauh dari kritik dan saran seperti pintu masuk dan keluar yang terbatas, sulitnya fasilitas WC dan ibadah karena pelaksanaan dilakukan pada malam hari. Dan lain sebagainya seperti masyarakat yang dibatasi untuk masuk dengan dalih di dalam sudah penuh padahal masih banyak tribun yang kosong. Pada Pembukaan PKA juga saya melihat (di siaran langsung TVRI) hampir sebagian besar penonton dan tamu berpakaian adat aceh. Seperti Pak Nova Iriansyah sebagai Plt Gubernut memilih menggunakan baju adat Gayo, begitu juga dengan para Bupati Kabupaten/Kota, juga ibu Wagub berbaju adat aceh ditemani sang Ibu Gubernur Aceh Nonakatih Ibu kita Darwati A Gani. Ini merupakan pemandangan yang sangat bersahaja dan “me-Aceh that”. Juga terlihat beberapa tamu dari Negara sahabat dan tetangga.
- PKA 7 2018 merupakan salah satu PKA yang “tidak jadi” dibuka oleh Presiden. Masyarakat sudah menantikan dan dijanjikan bahwasanya Pembukaan akan dilakukan oleh presiden dan penutupan dilakukan oleh Wakil Presiden. Siang hari sebelum pembukaan panitia masih menantikan presiden Jokowi akan datang ke Aceh untuk pembukaan. Tetapi berita datang lain. Bahwasanya Presiden berhalangan hadir dan digantikan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
- PKA 7 tahun 2018 menurut saya merupaka PKA yang sangat lengkap dari segi media sosialnya. Semua ini tentu mengikuti perkembangan teknologi informatika. PKA 7 memiliki website khusus yang menampilkan informasi yang sangat lengkap, dan memiliki akun Instagram yang setiap harinya Update dan menampilkan informasi bahkan sesekali mengadakan kuis yang bisa diikuti bagi follower-nya. Ditahun sebelumnya kita tidak menemukan ini. Sudah pasti karena kemajuan teknologi dulu dan kini memang jauh berbeda.
- PKA 7 Tahun 2018 merupakan PKA yang paling banyak Venue atau lokasi pelaksanaannya. Kalau tidak salah ada sekitar 19 lokasi pelaksanaan yang tersebar di Banda Aceh. Tentu lokasi berbeda dengan agenda yang bebeda pula. Sebut saja untuk pameran anjungan Kabupaten kota ada di Taman Ratu Safiatuddin, Pameran kemajuan Instansi pemerintah atau Expo PKA dilaksanakan di Lapangan Blangpadang, Pawai Budaya dilaksanakan di Jalan Protokol Kota Banda Aceh, Festival dan pawai perahu dilaksanakan di Kruen Aceh, belum lagi ada Festival kuliner Aceh, lomba tarian di Taman Budaya, dan sebagainya.
- PKA 7 Tahun 2018 merupakan PKA yang paling banyak di kritik mulai dari ketidaksiapan panitia, kurangnya koordinasi antar instansi, masalah perparkiran (motor Rp. 5.000,- untuk sepeda motor dan Rp. 10.000,- untuk mobil), masalah sampah yang bertebaran rata di Taman SRS dan di jalanan sampai ke Masjid Agung Al-Makmur, kemacetan kota, lapak penjual yang terlalu banyak dan tidak terkontrol, harga jual lapak yang mahal (konon katanya 3-5 Juta), sampai dengan masyarakat mempertanyakan penggunaan dana 70 Miliar lebih itu dibawa kemana. Sampai masyarakat mempertanyakan pengeluarannya apa saja dan dana sewa lapak (3-5 Juta) digunakan kemana apakah masuk menjadi masukan daerah atau dialirkan kemana dana tersebut. PKA merupakan pengeluaran yang besar dan juga satu sisi kita melihat adanya pemasukan yang besar pula.
Sebenarnya Ada 1 hal lagi yang membuat saya terkagum dengan perhelatan PKA 7 Tahun 2018 ini. Pada hari terakhir pelaksanaan ini dan beberapa malam yang lalu juga saya melihat teman-teman kita yang WNI atau warga Tionghoa yang umumnya berdomisili di Peunayong juga menghadiri dan datang ke acara PKA kita ini. mereka sangat menikmati keramaian di PKA ini. Mulai dari Murid SD, SMP, dan SMA bahkan pemuda dan pemudinya. Hal ini menandakan bahwa PKA terbuka untuk siapa saja dan kita semua kita semua adalah bahagian dari Masyarakat Aceh.
Demikian sedikit opini dari kami masyarakat yang membandingkan pelaksanaan PKA setiap tahunnya. Hampir setiap hari kita melihat berita baik atau kritik tentang pelaksanaan PKA ini. PKA itu sangatlah penting tapi dengan perencanaan dan kebijakan yang tepat tentu event budaya 4 Tahunan ini akan memberi manfaat besar bagi masyarakat lokal, Nasional, dan Internasional.
0 Response to "Melihat-lihat Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke 7 Tahun 2018"
Post a Comment