Skip to main content

SEKALI MAKAN DI SEKOLAH, HEMAT DI DOMPET ORANG TUA”: MENGURAI PENGARUH PROGRAM MAKAN BERGIZI GRATIS TERHADAP PENGELUARAN ORANG TUA UNTUK JAJAN ANAK SEKOLAH

Pada Tahun 2025 ini bisa dikatakan sebagai Tahun awal penerapan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diberikan oleh pemerintah kepada murid baik disekolah dasar, menengah, hingga sekolah sampai ke tingkat SMA. Program ini juga merata sampai ke sekolah negeri dan swasta juga menjadi sasaran pelaksanaan program ini. Kita melihat sedikit sejarah dari program ini. Dimana program ini adalah program utama atau prioritas yang langsung disampaikan oleh Bapak Prabowo dan Bapak Gibran yang pada masa itu sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Di mana dalam kampanye tersebut pasangan ini selalu mengunggulkan program ini yang dulu namanya “makan gratis”. Mungkin karena salah satu janji kampanye inilah Bapak Prabowo bisa dipilih dan dipercaya masyarakat. Dimana saya mengira program ini akan diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, tidak memandang umur ataupun pekerjaan, tetapi ternyata program ini hanya menyasar anak usia sekolah. Tetapi tidak apalah yang penting terealisasi dengan baik dan bisa memberikan efek langsung kepada masyarakat.

Program makan bergizi gratis ini tidak hanya menyasar masyarakat desa saja tapi juga ke seluruh penjuru Indonesia. Tapi ada juga “start” tidak merata mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor dan alasan. Tapi yang menariknya disini adalah seberapa bahagia masyarakat baik itu anak usia sekolah atau orang tua yang memiliki dampak positif dari program ini.

Di banyak kota dan desa, pemandangan anak-anak berangkat ke sekolah dengan bekal plastik atau uang jajan sudah menjadi rutinitas. Bagi sebagian orang tua, menyediakan uang jajan adalah bagian dari pola asuhan dimana ada makna bagaimana anak mengelola ekonomi dan keuangannya selain itu juga agar anak bisa beli camilan, minum, atau sekadar jajan kecil di kantin. Namun ketika sekolah menyediakan program makan bergizi gratis, sebuah pertanyaan penting muncul: apakah program itu mengurangi pengeluaran orang tua untuk jajan? Dan lebih jauh lagi, apa dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang mengikutinya? Dalam opini ini saya ingin mengurai pengaruh program makan bergizi gratis pada pengeluaran orang tua terhadap jajan anak sekolah, menyentuh sisi manfaat, tantangan, dan rekomendasi kebijakan yang realistis.

1. Pengurangan Langsung pada Kebutuhan Uang Jajan

Argumen paling sederhana dan langsung adalah bila sekolah menyediakan makanan utama, seperti sarapan atau makan siang, anak tidak perlu membeli makanan di luar untuk mengisi perutnya selama jam sekolah. Pada keluarga berpenghasilan rendah, pengeluaran kecil per hari (misalnya Rp5.000–Rp10.000) jika dijumlahkan selama sebulan atau setahun ternyata signifikan. Jadi, program makan gratis bisa memangkas pengeluaran keluarga secara langsung. Uang yang biasanya dialokasikan untuk jajan bisa dialihkan untuk kebutuhan lain: pulsa, transportasi, kebutuhan rumah tangga, atau ditabung untuk keperluan sekolah yang lebih penting seperti buku dan seragam. Skema lainnya adalah misalkan seorang ayah memberi jajan kepada anaknya Rp. 10.000 tapi karena ada program ini orang tua bisa memberikan Rp. 5.000 rupiah saja karena akhirnya juga tidak banyak jajan karena anak sudah kenyang dengan makan bergizi gratis ini. Asalkan anaknya terima saja dan tidak protes karena orang tuanya mengurangi nilai uang jajannya.

 

Namun perlu dicatat: besaran pengurangan pengeluaran bergantung pada beberapa faktor , frekuensi pemberian makanan di sekolah (harian atau beberapa hari), kualitas dan kuantitas porsi (cukup mengenyangkan atau hanya snack kecil), serta kebiasaan jajan anak. Jika makanan sekolah hanya berupa snack ringan, manfaat penghematan akan minimal karena anak tetap mungkin membeli makanan berat atau minuman di luar.

 

2. Perubahan Perilaku Konsumsi Anak dari Jajan yang belum tentu sehat ke Jajanan Sehat?

Memberikan makanan bergizi di sekolah bukan sekadar soal mengisi perut; ini juga soal membentuk kebiasaan makan. Ketika anak terbiasa dengan porsi bergizi, karbohidrat seimbang, sayur, protein, dan buah, mereka cenderung tidak tergoda untuk mencari camilan berminyak atau manis di sela pelajaran. Akibatnya, frekuensi pembelian jajanan tidak hanya berkurang, tetapi juga berubah kualitasnya: dari makanan kurang sehat ke pilihan yang lebih baik, atau bahkan menghilang sama sekali.

Tetapi hati-hati di mana anak-anak masih berinteraksi dengan teman, melihat pedagang di jalan, dan menonton iklan yang mempromosikan makanan instan. Jadi perubahan perilaku tidak otomatis terjadi hanya karena ada makan gratis di sekolah. Diperlukan pendidikan gizi yang konsisten di sekolah dan di rumah agar efek jangka panjangnya nyata. Orang tua juga punya peran: bila anak pulang dengan makanan dari sekolah dan tetap diberi uang jajan untuk membeli snack, pengurangan pengeluaran mungkin kecil.

3. Efek Ekonomi pada Keluarga

Selain mengurangi pengeluaran sehari-hari, ada efek ekonomi lebih luas yang perlu diperhatikan. Untuk keluarga yang hidup margin tipis, penghematan kecil bisa berarti mampu membeli lebih banyak bahan pangan bergizi di rumah, atau menambah tabungan untuk keadaan darurat. Bagi sebagian keluarga, ini bahkan memungkinkan anak lebih sering bersekolah karena biaya transportasi, seragam, atau kebutuhan sekolah lain bisa terpenuhi dari anggaran yang sedikit longgar.

Di sisi lain, ada juga kemungkinan redistribusi pengeluaran: uang yang sebelumnya ditujukan untuk jajan anak bisa dipakai untuk barang lain, misalnya pulsa atau lisensi sekolah online. Ini bukan kelemahan; malah menunjukkan bahwa program makan bergizi bisa memberikan fleksibilitas anggaran bagi keluarga.

4. Dampak terhadap Pedagang Sekitar Sekolah

Tidak bisa diabaikan: pedagang kaki lima dan kantin sekolah sering menggantungkan pendapatan pada pembelian jajan oleh murid. Program makan gratis yang mengurangi permintaan jajanan dapat berdampak pada pendapatan mereka. Hal ini menuntut kebijakan yang peka: alih-alih mematikan ekonomi lokal, pemerintah sekolah atau pengelola program bisa melibatkan pedagang setempat, misalnya dengan memberi mereka kontrak untuk menyiapkan komponen makanan bergizi, atau mengajak mereka menjual pilihan makanan sehat yang disetujui.

Dengan pendekatan inklusif, efek negatif terhadap pedagang bisa diminimalkan, bahkan diubah menjadi peluang: peningkatan permintaan terhadap bahan baku segar, keterlibatan UMKM makanan sehat, atau pelatihan bagi pedagang untuk mengolah makanan lebih bergizi.

5. Faktor Kualitas Program: kunci efektivitas pengurangan pengeluaran

Tidak semua program makan gratis punya efek sama. Ada beberapa aspek kualitas yang menentukan:

  • Kuantitas makanan: Apakah porsi cukup untuk mengenyangkan murid sampai jam pulang? Jika tidak, anak tetap perlu jajan.
  • Gizi seimbang: Makanan yang mengandung energi tapi miskin nutrisi (misalnya gorengan berlemak) bisa membuat anak cepat lapar lagi.
  • Konsistensi layanan: Program yang sering terganggu (mis. pasokan tak lancar) tidak bisa diandalkan sebagai pengganti uang jajan.
  • Preferensi budaya dan rasa: Anak akan makan jika makanannya enak dan sesuai kebiasaan lokal. Menyajikan makanan yang asing atau tidak populer akan membuat pemborosan dan anak tetap jajan di luar.

Kalau program ingin mengurangi pengeluaran orang tua secara nyata, semua aspek di atas harus diperhatikan. Penghematan hanya terjadi kalau anak betul-betul kenyang dan puas dengan makanan sekolah.

6. Isu Stigma dan Penerimaan Sosial

Di beberapa komunitas, makanan gratis bisa membawa stigma: anak yang makan gratis mungkin dianggap “miskin” atau berbeda oleh teman-temannya. Stigma semacam ini bisa membuat beberapa keluarga menolak program, bahkan ketika mereka membutuhkan. Penanganan yang sensitif diperlukan: desain program universal (semua anak mendapatkan makanan, bukan hanya yang berpendapatan rendah) bisa menghilangkan stigma. Program universal juga memaksimalkan dampak pada pengeluaran rumah tangga di seluruh spektrum ekonomi.

7. Dampak Kesehatan Jangka Panjang dan Ekonomi

Investasi pada nutrisi anak akan menuai hasil jangka panjang , anak yang gizi baik memiliki kapasitas belajar lebih baik, absen lebih sedikit, dan potensi jangka panjang dalam produktivitas meningkat. Secara ekonomi mikro, hal ini berarti potensi pengurangan pengeluaran di masa depan untuk layanan kesehatan yang terkait malnutrisi. Bagi orang tua, ini bukan hanya soal uang jajan yang berkurang hari ini, tapi investasi dalam masa depan anak yang bisa mengurangi beban ekonomi keluarga di masa mendatang.

 

8. Rekomendasi Kebijakan untuk Memaksimalkan Dampak pada Pengeluaran Orang Tua

Agar program makan bergizi gratis benar-benar mengurangi pengeluaran orang tua terhadap jajan anak sekolah, beberapa rekomendasi praktis:

  1. Pastikan makanan cukup mengenyangkan dan bergizi. Standar porsi harus ditetapkan agar anak tidak lapar lagi setelah makan di sekolah.
  2. Buat program berskala universal atau mayoritas. Ini menghindari stigma dan memastikan dampak ekonomi yang luas bagi keluarga.
  3. Libatkan pedagang lokal. Kontrak atau skema kemitraan dengan UMKM makanan akan menjaga perekonomian sekitar sekolah.
  4. Kombinasikan dengan pendidikan gizi. Anak yang paham mengapa makanan sehat penting lebih kecil kemungkinan jajan sembarangan.
  5. Monitoring dan evaluasi berkala. Survei sederhana pada orang tua tentang perubahan pengeluaran jajan dapat membantu menilai efektivitas.
  6. Fleksibilitas menu sesuai lokalitas. Menu yang disesuaikan dengan kebiasaan makanan lokal meningkatkan penerimaan.
  7. Sosialisasi ke orang tua. Jelaskan tujuan program dan kemungkinan penggunaan uang jajan yang lebih produktif agar mereka mendukung perubahan.

9. Potensi Tantangan dan Cara Mengatasinya

Beberapa tantangan yang mungkin muncul antara lain: kecurangan distribusi, kualitas makanan yang menurun karena efisiensi biaya, dan resistensi pedagang lokal. Untuk itu, solusi praktis bisa meliputi sistem pelaporan sederhana (mis. komite sekolah yang melibatkan orang tua), pengadaan transparan, serta pelatihan bagi penyedia makanan agar tetap efisien tanpa menurunkan kualitas gizi.

10. Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Mengurangi Jajan

Program makan bergizi gratis punya potensi nyata menurunkan pengeluaran orang tua untuk jajan anak sekolah, terutama di keluarga berpenghasilan rendah. Namun manfaatnya jauh melampaui sekadar penghematan uang jajan: ia membuka peluang untuk meningkatkan kesehatan anak, membentuk kebiasaan makan yang lebih baik, dan bahkan memberi ruang fiskal bagi keluarga untuk mengalokasikan dana ke kebutuhan lain. Agar efeknya maksimal, desain program harus memperhatikan kualitas makanan, konsistensi layanan, keterlibatan komunitas, dan mitigasi dampak terhadap pedagang lokal.

Di akhir hari, program makan sekolah yang berhasil adalah program yang mengubah perilaku, bukan hanya angka di lembar anggaran keluarga. Ketika anak pulang dari sekolah dengan perut kenyang, senyum di wajah orang tua mungkin yang paling nyata: tidak perlu lagi bertanya “kamu mau jajan apa hari ini?” dan alokasi uang bulanan bisa dipakai untuk hal yang lebih bernilai jangka panjang. Itu bukan sekadar hemat, itu investasi.

 

SEKALI MAKAN DI SEKOLAH, HEMAT DI DOMPET ORANG TUA”: MENGURAI PENGARUH PROGRAM MAKAN BERGIZI GRATIS TERHADAP PENGELUARAN ORANG TUA UNTUK JAJAN ANAK SEKOLAH

Pada Tahun 2025 ini bisa dikatakan sebagai Tahun awal penerapan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diberikan oleh pemerintah kepada murid baik disekolah dasar, menengah, hingga sekolah sampai ke tingkat SMA. Program ini juga merata sampai ke sekolah negeri dan swasta juga menjadi sasaran pelaksanaan program ini. Kita melihat sedikit sejarah dari program ini. Dimana program ini adalah program utama atau prioritas yang langsung disampaikan oleh Bapak Prabowo dan Bapak Gibran yang pada masa itu sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Di mana dalam kampanye tersebut pasangan ini selalu mengunggulkan program ini yang dulu namanya “makan gratis”. Mungkin karena salah satu janji kampanye inilah Bapak Prabowo bisa dipilih dan dipercaya masyarakat. Dimana saya mengira program ini akan diberikan kepada seluruh masyarakat Indonesia, tidak memandang umur ataupun pekerjaan, tetapi ternyata program ini hanya menyasar anak usia sekolah. Tetapi tidak apalah yang penting terealisasi dengan baik dan bisa memberikan efek langsung kepada masyarakat.

Program makan bergizi gratis ini tidak hanya menyasar masyarakat desa saja tapi juga ke seluruh penjuru Indonesia. Tapi ada juga “start” tidak merata mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor dan alasan. Tapi yang menariknya disini adalah seberapa bahagia masyarakat baik itu anak usia sekolah atau orang tua yang memiliki dampak positif dari program ini.

Di banyak kota dan desa, pemandangan anak-anak berangkat ke sekolah dengan bekal plastik atau uang jajan sudah menjadi rutinitas. Bagi sebagian orang tua, menyediakan uang jajan adalah bagian dari pola asuhan dimana ada makna bagaimana anak mengelola ekonomi dan keuangannya selain itu juga agar anak bisa beli camilan, minum, atau sekadar jajan kecil di kantin. Namun ketika sekolah menyediakan program makan bergizi gratis, sebuah pertanyaan penting muncul: apakah program itu mengurangi pengeluaran orang tua untuk jajan? Dan lebih jauh lagi, apa dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang mengikutinya? Dalam opini ini saya ingin mengurai pengaruh program makan bergizi gratis pada pengeluaran orang tua terhadap jajan anak sekolah, menyentuh sisi manfaat, tantangan, dan rekomendasi kebijakan yang realistis.

1. Pengurangan Langsung pada Kebutuhan Uang Jajan

Argumen paling sederhana dan langsung adalah bila sekolah menyediakan makanan utama, seperti sarapan atau makan siang, anak tidak perlu membeli makanan di luar untuk mengisi perutnya selama jam sekolah. Pada keluarga berpenghasilan rendah, pengeluaran kecil per hari (misalnya Rp5.000–Rp10.000) jika dijumlahkan selama sebulan atau setahun ternyata signifikan. Jadi, program makan gratis bisa memangkas pengeluaran keluarga secara langsung. Uang yang biasanya dialokasikan untuk jajan bisa dialihkan untuk kebutuhan lain: pulsa, transportasi, kebutuhan rumah tangga, atau ditabung untuk keperluan sekolah yang lebih penting seperti buku dan seragam. Skema lainnya adalah misalkan seorang ayah memberi jajan kepada anaknya Rp. 10.000 tapi karena ada program ini orang tua bisa memberikan Rp. 5.000 rupiah saja karena akhirnya juga tidak banyak jajan karena anak sudah kenyang dengan makan bergizi gratis ini. Asalkan anaknya terima saja dan tidak protes karena orang tuanya mengurangi nilai uang jajannya.

 

Namun perlu dicatat: besaran pengurangan pengeluaran bergantung pada beberapa faktor , frekuensi pemberian makanan di sekolah (harian atau beberapa hari), kualitas dan kuantitas porsi (cukup mengenyangkan atau hanya snack kecil), serta kebiasaan jajan anak. Jika makanan sekolah hanya berupa snack ringan, manfaat penghematan akan minimal karena anak tetap mungkin membeli makanan berat atau minuman di luar.

 

2. Perubahan Perilaku Konsumsi Anak dari Jajan yang belum tentu sehat ke Jajanan Sehat?

Memberikan makanan bergizi di sekolah bukan sekadar soal mengisi perut; ini juga soal membentuk kebiasaan makan. Ketika anak terbiasa dengan porsi bergizi, karbohidrat seimbang, sayur, protein, dan buah, mereka cenderung tidak tergoda untuk mencari camilan berminyak atau manis di sela pelajaran. Akibatnya, frekuensi pembelian jajanan tidak hanya berkurang, tetapi juga berubah kualitasnya: dari makanan kurang sehat ke pilihan yang lebih baik, atau bahkan menghilang sama sekali.

Tetapi hati-hati di mana anak-anak masih berinteraksi dengan teman, melihat pedagang di jalan, dan menonton iklan yang mempromosikan makanan instan. Jadi perubahan perilaku tidak otomatis terjadi hanya karena ada makan gratis di sekolah. Diperlukan pendidikan gizi yang konsisten di sekolah dan di rumah agar efek jangka panjangnya nyata. Orang tua juga punya peran: bila anak pulang dengan makanan dari sekolah dan tetap diberi uang jajan untuk membeli snack, pengurangan pengeluaran mungkin kecil.

3. Efek Ekonomi pada Keluarga

Selain mengurangi pengeluaran sehari-hari, ada efek ekonomi lebih luas yang perlu diperhatikan. Untuk keluarga yang hidup margin tipis, penghematan kecil bisa berarti mampu membeli lebih banyak bahan pangan bergizi di rumah, atau menambah tabungan untuk keadaan darurat. Bagi sebagian keluarga, ini bahkan memungkinkan anak lebih sering bersekolah karena biaya transportasi, seragam, atau kebutuhan sekolah lain bisa terpenuhi dari anggaran yang sedikit longgar.

Di sisi lain, ada juga kemungkinan redistribusi pengeluaran: uang yang sebelumnya ditujukan untuk jajan anak bisa dipakai untuk barang lain, misalnya pulsa atau lisensi sekolah online. Ini bukan kelemahan; malah menunjukkan bahwa program makan bergizi bisa memberikan fleksibilitas anggaran bagi keluarga.

4. Dampak terhadap Pedagang Sekitar Sekolah

Tidak bisa diabaikan: pedagang kaki lima dan kantin sekolah sering menggantungkan pendapatan pada pembelian jajan oleh murid. Program makan gratis yang mengurangi permintaan jajanan dapat berdampak pada pendapatan mereka. Hal ini menuntut kebijakan yang peka: alih-alih mematikan ekonomi lokal, pemerintah sekolah atau pengelola program bisa melibatkan pedagang setempat, misalnya dengan memberi mereka kontrak untuk menyiapkan komponen makanan bergizi, atau mengajak mereka menjual pilihan makanan sehat yang disetujui.

Dengan pendekatan inklusif, efek negatif terhadap pedagang bisa diminimalkan, bahkan diubah menjadi peluang: peningkatan permintaan terhadap bahan baku segar, keterlibatan UMKM makanan sehat, atau pelatihan bagi pedagang untuk mengolah makanan lebih bergizi.

5. Faktor Kualitas Program: kunci efektivitas pengurangan pengeluaran

Tidak semua program makan gratis punya efek sama. Ada beberapa aspek kualitas yang menentukan:

  • Kuantitas makanan: Apakah porsi cukup untuk mengenyangkan murid sampai jam pulang? Jika tidak, anak tetap perlu jajan.
  • Gizi seimbang: Makanan yang mengandung energi tapi miskin nutrisi (misalnya gorengan berlemak) bisa membuat anak cepat lapar lagi.
  • Konsistensi layanan: Program yang sering terganggu (mis. pasokan tak lancar) tidak bisa diandalkan sebagai pengganti uang jajan.
  • Preferensi budaya dan rasa: Anak akan makan jika makanannya enak dan sesuai kebiasaan lokal. Menyajikan makanan yang asing atau tidak populer akan membuat pemborosan dan anak tetap jajan di luar.

Kalau program ingin mengurangi pengeluaran orang tua secara nyata, semua aspek di atas harus diperhatikan. Penghematan hanya terjadi kalau anak betul-betul kenyang dan puas dengan makanan sekolah.

6. Isu Stigma dan Penerimaan Sosial

Di beberapa komunitas, makanan gratis bisa membawa stigma: anak yang makan gratis mungkin dianggap “miskin” atau berbeda oleh teman-temannya. Stigma semacam ini bisa membuat beberapa keluarga menolak program, bahkan ketika mereka membutuhkan. Penanganan yang sensitif diperlukan: desain program universal (semua anak mendapatkan makanan, bukan hanya yang berpendapatan rendah) bisa menghilangkan stigma. Program universal juga memaksimalkan dampak pada pengeluaran rumah tangga di seluruh spektrum ekonomi.

7. Dampak Kesehatan Jangka Panjang dan Ekonomi

Investasi pada nutrisi anak akan menuai hasil jangka panjang , anak yang gizi baik memiliki kapasitas belajar lebih baik, absen lebih sedikit, dan potensi jangka panjang dalam produktivitas meningkat. Secara ekonomi mikro, hal ini berarti potensi pengurangan pengeluaran di masa depan untuk layanan kesehatan yang terkait malnutrisi. Bagi orang tua, ini bukan hanya soal uang jajan yang berkurang hari ini, tapi investasi dalam masa depan anak yang bisa mengurangi beban ekonomi keluarga di masa mendatang.

 

8. Rekomendasi Kebijakan untuk Memaksimalkan Dampak pada Pengeluaran Orang Tua

Agar program makan bergizi gratis benar-benar mengurangi pengeluaran orang tua terhadap jajan anak sekolah, beberapa rekomendasi praktis:

  1. Pastikan makanan cukup mengenyangkan dan bergizi. Standar porsi harus ditetapkan agar anak tidak lapar lagi setelah makan di sekolah.
  2. Buat program berskala universal atau mayoritas. Ini menghindari stigma dan memastikan dampak ekonomi yang luas bagi keluarga.
  3. Libatkan pedagang lokal. Kontrak atau skema kemitraan dengan UMKM makanan akan menjaga perekonomian sekitar sekolah.
  4. Kombinasikan dengan pendidikan gizi. Anak yang paham mengapa makanan sehat penting lebih kecil kemungkinan jajan sembarangan.
  5. Monitoring dan evaluasi berkala. Survei sederhana pada orang tua tentang perubahan pengeluaran jajan dapat membantu menilai efektivitas.
  6. Fleksibilitas menu sesuai lokalitas. Menu yang disesuaikan dengan kebiasaan makanan lokal meningkatkan penerimaan.
  7. Sosialisasi ke orang tua. Jelaskan tujuan program dan kemungkinan penggunaan uang jajan yang lebih produktif agar mereka mendukung perubahan.

9. Potensi Tantangan dan Cara Mengatasinya

Beberapa tantangan yang mungkin muncul antara lain: kecurangan distribusi, kualitas makanan yang menurun karena efisiensi biaya, dan resistensi pedagang lokal. Untuk itu, solusi praktis bisa meliputi sistem pelaporan sederhana (mis. komite sekolah yang melibatkan orang tua), pengadaan transparan, serta pelatihan bagi penyedia makanan agar tetap efisien tanpa menurunkan kualitas gizi.

10. Kesimpulan: Lebih dari Sekadar Mengurangi Jajan

Program makan bergizi gratis punya potensi nyata menurunkan pengeluaran orang tua untuk jajan anak sekolah, terutama di keluarga berpenghasilan rendah. Namun manfaatnya jauh melampaui sekadar penghematan uang jajan: ia membuka peluang untuk meningkatkan kesehatan anak, membentuk kebiasaan makan yang lebih baik, dan bahkan memberi ruang fiskal bagi keluarga untuk mengalokasikan dana ke kebutuhan lain. Agar efeknya maksimal, desain program harus memperhatikan kualitas makanan, konsistensi layanan, keterlibatan komunitas, dan mitigasi dampak terhadap pedagang lokal.

Di akhir hari, program makan sekolah yang berhasil adalah program yang mengubah perilaku, bukan hanya angka di lembar anggaran keluarga. Ketika anak pulang dari sekolah dengan perut kenyang, senyum di wajah orang tua mungkin yang paling nyata: tidak perlu lagi bertanya “kamu mau jajan apa hari ini?” dan alokasi uang bulanan bisa dipakai untuk hal yang lebih bernilai jangka panjang. Itu bukan sekadar hemat, itu investasi.


Photo : https://www.unicef.org/indonesia/nutrition/reports/centre-excellence-makan-bergizi-gratis-programme

 


Comments

Popular posts from this blog

ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN DALAM MANAJEMEN

Fungsi pengawasan (controlling) merupakan salah satu elemen penting dalam proses manajemen. Dalam siklus manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (leading), dan pengawasan (controlling), pengawasan berperan untuk memastikan bahwa semua aktivitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Fungsi ini bertujuan untuk menjaga keberhasilan operasional serta membantu organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya. Artikel ini akan menganalisis lebih dalam fungsi pengawasan, mencakup pengertian, tujuan, jenis, proses, serta tantangan yang sering dihadapi dalam implementasinya. Pengertian Fungsi Pengawasan Pengawasan adalah proses sistematis untuk memantau, mengevaluasi, dan mengarahkan kegiatan agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dalam konteks manajemen, pengawasan mencakup evaluasi kinerja organisasi, tim, maupun individu. George R. Terry mendefinisikan pengawasan sebagai proses menentukan apa yang telah...

FUNGSI ZAKAT DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM

Zakat adalah salah satu pilar utama dalam Islam yang memiliki fungsi strategis dalam sistem ekonomi Islam. Sebagai instrumen ibadah sekaligus mekanisme distribusi kekayaan, zakat berperan penting dalam menciptakan keadilan sosial, mengurangi kemiskinan, dan mendorong kesejahteraan masyarakat. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana zakat berfungsi dalam sistem ekonomi Islam, mulai dari pengertiannya, tujuan utamanya, hingga dampaknya dalam masyarakat. Pengertian Zakat Zakat secara etimologis berasal dari kata "zaka" yang berarti suci, tumbuh, dan berkembang. Dalam istilah syariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh seorang Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu, untuk diberikan kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya (mustahik). Zakat mencakup zakat fitrah yang diwajibkan pada bulan Ramadan dan zakat maal yang meliputi berbagai jenis harta seperti emas, perak, hasil pertanian, dan penghasilan lainnya. Tujuan Zakat dalam E...

PEMIKIRAN YANG DIJADIKAN DASAR FALSAFAH PADA SISTEM EKONOMI KAPITALIS

Ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan distribusi, serta pada prinsip-prinsip pasar bebas. Dasar falsafah sistem ini dibangun melalui berbagai pemikiran dari sejumlah filsuf dan ekonom, yang berperan besar dalam mengembangkan teori dan praktik kapitalisme.