MENGKAJI EFEKTIVITAS PROGRAM PASAR MURAH DAN OPERASI PASAR SEBUAH ANALISIS KUALITATIF TENTANG DAMPAKNYA TERHADAP HARGA BERAS DAN DAYA BELI MASYARAKAT DI ACEH DAN STUDI KASUS KOMPARATIF
Abstrak
Laporan ini menyajikan analisis mendalam mengenai efektivitas program intervensi pemerintah, yaitu Pasar Murah dan Operasi Pasar, dalam menghadapi volatilitas harga beras, khususnya di wilayah Aceh. Program-program ini dirancang sebagai respons cepat terhadap kenaikan harga bahan pokok, dengan tujuan utama menekan laju inflasi daerah dan menjaga stabilitas harga pangan. Berdasarkan analisis kualitatif terhadap data dari berbagai sumber media dan laporan pemerintah, ditemukan bahwa program intervensi ini menunjukkan efektivitas yang berbeda pada tingkat yang berbeda pula. Secara spesifik, laporan ini menyimpulkan bahwa program Pasar Murah berhasil secara signifikan dalam meningkatkan daya beli dan meringankan beban finansial masyarakat pada tingkat individu, sebagaimana ditunjukkan oleh antusiasme dan respons positif warga. Namun, program ini memiliki dampak yang terbatas dan tidak berkelanjutan dalam menstabilkan harga beras di pasar secara keseluruhan. Hambatan utama dalam implementasi meliputi masalah pemerataan akses bagi masyarakat di daerah terpencil, keterbatasan volume pasokan, dan kurangnya evaluasi yang sistematis. Analisis ini menyarankan bahwa agar program intervensi pasar lebih efektif, pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih holistik yang tidak hanya berfokus pada distribusi, tetapi juga pada penguatan rantai pasokan hulu, kemitraan strategis, dan mekanisme evaluasi yang lebih komprehensif.
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang Masalah
Beras, sebagai komoditas pangan
pokok utama, memegang peranan krusial dalam struktur ekonomi dan sosial
Indonesia. Stabilitas harga beras tidak hanya menjadi indikator penting bagi
ketahanan pangan nasional, tetapi juga merupakan faktor penentu utama laju
inflasi, terutama di tingkat daerah. Ketika harga beras mengalami lonjakan
signifikan, dampak langsungnya dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,
khususnya mereka yang memiliki pendapatan rendah, sehingga dapat menggerus daya
beli secara drastis. Kenaikan harga beras bukanlah fenomena yang berdiri
sendiri, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik dari sisi hulu maupun
hilir. Di tingkat nasional, kenaikan harga seringkali dipicu oleh kondisi iklim
ekstrem seperti musim kemarau yang panjang, yang mengakibatkan penurunan
produksi padi. Selain itu, harga juga dapat terpengaruh oleh kebijakan
pemerintah pusat, seperti penyesuaian Harga Pokok Penjualan (HPP) gabah dan
keputusan untuk melakukan impor beras guna mengisi Cadangan Beras Pemerintah
(CBP).
Menanggapi gejolak harga yang
meresahkan ini, pemerintah daerah di berbagai wilayah, termasuk di Aceh, secara
proaktif telah mengimplementasikan program intervensi pasar. Program-program
ini, yang dikenal sebagai Pasar Murah dan Operasi Pasar, dirancang sebagai
langkah strategis untuk menekan laju inflasi dan memastikan akses masyarakat
terhadap bahan pangan pokok dengan harga yang lebih terjangkau. Pemerintah
Kabupaten Aceh Besar, misalnya, menegaskan bahwa Operasi Pasar Murah adalah
upaya konkret untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah kondisi ekonomi yang
sulit. Program serupa juga dilakukan di berbagai kabupaten lain, menunjukkan
bahwa intervensi ini adalah strategi yang diadopsi secara luas di seluruh
Provinsi Aceh
b.
Rumusan
Masalah
Meskipun program Pasar Murah dan
Operasi Pasar telah gencar dilaksanakan, muncul pertanyaan mendasar mengenai
sejauh mana efektivitasnya dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Laporan ini
mencoba menjawab pertanyaan penelitian utama: "Sejauh mana efektivitas
program pasar murah dan operasi pasar yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah
di Aceh dalam menstabilkan harga beras dan meningkatkan daya beli
masyarakat?" Untuk memberikan analisis yang komprehensif, pertanyaan utama
ini diuraikan menjadi beberapa pertanyaan turunan:
1.
Apa
tujuan dan mekanisme utama dari program Pasar Murah dan Operasi Pasar yang
diterapkan di Aceh?
2.
Bagaimana
dampak program ini terhadap harga beras di tingkat pasar dan daya beli
masyarakat?
3.
Apa
saja tantangan dan kendala yang dihadapi dalam implementasi program dari
berbagai perspektif, termasuk pemerintah, pedagang, dan masyarakat?
c. Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis secara mendalam tujuan
dan mekanisme operasional dari program Pasar Murah dan Operasi Pasar beras di
Aceh.
2. Mengevaluasi dampak program
terhadap fluktuasi harga beras di pasar dan perubahan daya beli masyarakat,
dengan membandingkan harga intervensi dan harga pasar aktual.
3. Mengidentifikasi dan mengkaji
kritik serta hambatan yang muncul dalam pelaksanaan program.
4. Menyintesis temuan-temuan untuk merumuskan kesimpulan yang bernuansa dan memberikan rekomendasi kebijakan yang berbasis bukti bagi pemerintah daerah.
ll. TINJAUAN PUSTAKA & KERANGKA
ANALITIS
a. Konsep Kunsi dan Definisi
Untuk memahami program intervensi
ini, penting untuk mendefinisikan konsep-konsep kuncinya. Pasar Murah dan Operasi
Pasar adalah instrumen kebijakan intervensi pemerintah yang bertujuan untuk
mengintervensi pasar secara langsung.
·
Pasar
Murah biasanya
merupakan kegiatan yang bersifat insidental atau periodik, seringkali
diselenggarakan menjelang hari raya keagamaan atau saat terjadi lonjakan harga,
di mana pemerintah menjual bahan pokok dengan harga di bawah harga pasar.
·
Operasi
Pasar adalah
mekanisme intervensi yang lebih reguler dan terkoordinasi, yang dilakukan oleh
lembaga seperti Perum Bulog dan pemerintah daerah, untuk menyalurkan stok
Cadangan Beras Pemerintah (CBP) guna menjaga stabilitas harga. Pelaksana
program ini melibatkan berbagai aktor, termasuk Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag), Dinas Pangan, dan Perum Bulog, yang bekerja sama
untuk memastikan pasokan komoditas, seperti beras premium dan Beras SPHP,
tersedia dengan harga terjangkau.
·
Harga
Eceran Tertinggi (HET)
adalah harga yang ditetapkan pemerintah sebagai batas harga jual tertinggi di
tingkat konsumen. Dalam konteks program intervensi ini, HET menjadi tolok ukur
penting untuk memastikan harga beras yang dijual bersubsidi memang berada di
bawah batas yang ditentukan. Perbedaan antara HET dan harga pasar aktual yang
seringkali lebih tinggi menjadi dasar rasional bagi pemerintah untuk melakukan
intervensi. Konsep kunci lainnya adalah
· Daya Beli Masyarakat, yang mengacu pada kemampuan individu atau rumah tangga untuk membeli barang dan jasa dengan pendapatan yang mereka miliki. Salah satu tujuan utama program Pasar Murah adalah untuk "menjaga daya beli masyarakat" agar tidak tergerus oleh inflasi.
b.
Teori
Efektivitas Kebijakan Publik
Efektivitas sebuah kebijakan publik
dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satu kerangka analitis yang
relevan adalah teori yang dikemukakan oleh Budiani, yang mengidentifikasi
beberapa dimensi efektivitas, termasuk Kecukupan, Pemerataan, dan Responsivitas.
·
Responsivitas
(Responsiveness):
Mengukur seberapa cepat dan tepat kebijakan merespons kebutuhan publik. Dalam
konteks Aceh, pemerintah daerah menunjukkan responsivitas yang tinggi dengan
segera menggelar pasar murah saat harga bahan pokok melonjak.
· Kecukupan
(Adequacy):
Menilai sejauh mana program dapat memenuhi kebutuhan yang ada. Program
intervensi pasar di Aceh seringkali menghadapi tantangan dalam hal ini karena
pasokan yang terbatas. Laporan menunjukkan bahwa stok beras yang disediakan
seringkali habis dalam waktu singkat, seperti di Aceh Barat Daya di mana 6 ton
beras habis terjual dalam satu jam, mengindikasikan bahwa volume pasokan tidak
memadai untuk memenuhi permintaan yang sangat tinggi.
· Pemerataan
(Equity):
Mempertimbangkan apakah manfaat dari program didistribusikan secara adil dan
merata di seluruh kelompok masyarakat. Meskipun program ini menjangkau wilayah
kepulauan seperti Pulo Aceh , kritik muncul dari warga yang tinggal di daerah
pedalaman. Mereka harus mengeluarkan biaya transportasi yang signifikan untuk
mencapai lokasi pasar murah yang terpusat, sehingga meniadakan manfaat dari
harga yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun tujuan pemerataan
ada, implementasinya masih memiliki kelemahan.
c.
Kajian
Empiris Komparatif
Untuk memberikan perspektif yang
lebih luas, analisis efektivitas di Aceh dapat dibandingkan dengan studi kasus
serupa di wilayah lain di Indonesia. Di Surabaya, Pemerintah Kota juga
menggelar operasi pasar untuk menstabilkan harga, di mana warga merasa
"sangat terbantu" karena harga beras yang dijual jauh di bawah harga
pasar. Program ini juga melibatkan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) PT. Jatim
Grha Utama, yang bertugas sebagai pelaksana distribusi. Hal ini menunjukkan
bahwa kemitraan dengan BUMD dapat menjadi strategi efektif dalam menjamin
pasokan dan logistik.
Sementara itu, di Makassar, program
pasar murah juga diadakan, terutama menjelang hari raya, dengan menyediakan
paket sembako bersubsidi. Salah satu pendekatan inovatif yang diterapkan adalah
pemberian potongan harga tambahan bagi masyarakat yang melakukan pembayaran
menggunakan QRIS, yang menunjukkan upaya pemerintah dalam mengintegrasikan
teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas program.
Perbandingan ini memperkaya argumen bahwa intervensi pasar adalah strategi yang diadopsi secara nasional. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada bagaimana strategi implementasi disesuaikan dengan konteks lokal. Pengalaman di Surabaya dan Makassar, yang melibatkan BUMD dan teknologi pembayaran, memberikan contoh konkret tentang bagaimana inovasi dalam mekanisme distribusi dapat memperkuat efektivitas program.
llI. TEMUAN DAN ANALISIS
a.
Tujuan
dan Mekanisme Implementasi Program di Aceh
Program
Pasar Murah dan Operasi Pasar di Aceh memiliki tujuan yang sangat jelas:
menekan inflasi daerah dan menjaga ketahanan pangan dengan menyediakan bahan
pokok bersubsidi bagi masyarakat.
Mekanisme
pelaksanaannya melibatkan kolaborasi lintas sektor. Dinas Perindustrian dan
Perdagangan (Disperindag) Provinsi Aceh menjadi pelaksana utama, bekerja sama
dengan Perum Bulog Kanwil Aceh untuk pasokan beras.
Komoditas
yang dijual bervariasi, tetapi fokus utamanya adalah beras premium dan beras
Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Beras ini dijual dengan harga yang
jauh di bawah harga pasar berkat adanya subsidi. Sebagai contoh, di Aceh,
subsidi yang diberikan mencapai Rp 5.000 per kilogram.
Program
ini merupakan bagian dari strategi intervensi pemerintah yang lebih besar, yang
juga mencakup kebijakan di tingkat hulu. Kenaikan harga beras di pasar
seringkali disebabkan oleh faktor-faktor seperti musim kemarau dan kurangnya
pasokan dari distributor lokal.
b.
Analisis
Dampak Terhadap Harga Beras
Program Pasar Murah dan Operasi
Pasar menunjukkan dampak yang nyata dalam menyediakan beras dengan harga yang
lebih rendah dari harga pasar. Perbedaan harga ini menjadi daya tarik utama
bagi masyarakat.
Tabel 1: Perbandingan Harga Beras
pada Program Intervensi vs. Harga Pasar di Aceh
Jenis Beras |
Harga Pasar (Rata-rata) |
Harga Operasi Pasar (Rata-rata) |
Selisih |
|
|
Beras Premium |
Rp
13.000 - Rp 13.500/kg |
Rp
8.000/kg (bersubsidi) |
Rp
5.000 - Rp 5.500/kg |
||
Beras
Premium |
Rp
74.500 - Rp 75.000/5 kg |
Rp
53.000 - Rp 65.000/5 kg |
Rp
9.500 - Rp 22.000/5 kg |
||
Beras
Medium SPHP |
Rp
11.000 - Rp 12.000/kg |
Rp
12.000/kg (bersubsidi) |
Rp
0 - Rp 1.000/kg |
||
Beras
Medium SPHP |
Rp
71.750/5 kg |
Rp
60.000 - Rp 65.000/5 kg |
Rp
6.750 - Rp 11.750/5 kg |
||
Beras
Biasa/Lokal |
Rp
13.333/kg (Rp 200.000/15kg) |
- |
- |
||
Tabel di atas secara jelas
menunjukkan bahwa harga beras yang dijual melalui program intervensi berada
jauh di bawah harga pasar. Selisih harga yang signifikan ini merupakan bukti
nyata dari keberhasilan program dalam memberikan manfaat finansial langsung
kepada konsumen. Sebagai contoh, harga beras premium per karung 5 kg di pasar
bisa mencapai Rp 75.000, sementara di pasar murah dijual seharga Rp 60.000
hingga Rp 65.000, menciptakan penghematan yang substansial bagi rumah tangga.
Namun, terlepas dari keberhasilan
pada tingkat individu, analisis menunjukkan dampak yang kontradiktif pada pasar
secara keseluruhan. Meskipun program intervensi gencar dilakukan, harga beras
di pasar umum tetap tinggi dan cenderung terus naik. Keluhan dari para pedagang
dan masyarakat yang tidak mendapatkan akses ke beras bersubsidi mencerminkan
realitas bahwa program ini tidak mampu menahan laju kenaikan harga di pasar.
Hal ini terjadi karena volume beras yang disalurkan dalam Operasi Pasar,
meskipun besar dalam satuan ton, relatif kecil dibandingkan total kebutuhan
pasar. Sifat program yang insidental, dengan pasokan yang terbatas dan batasan
pembelian yang ketat, menjadikannya lebih sebagai skema bantuan sosial yang
bersifat ad-hoc daripada alat stabilisasi harga pasar yang efektif. Dengan
demikian, program ini berhasil "mengobati gejala" (tingginya harga)
bagi sebagian kecil masyarakat, tetapi gagal menyentuh "akar
penyakit" (ketidakseimbangan pasokan dan harga di pasar secara luas).
c.
Analisis
Dampak Terhadap Daya Beli Masyarakat
Dampak
program Pasar Murah terhadap daya beli masyarakat secara langsung sangat
positif. Laporan dari berbagai daerah menunjukkan bahwa masyarakat merasa
"sangat terbantu" dan program ini berhasil "meringankan
warga".
Namun,
di balik keberhasilan ini, terdapat kritik dan hambatan signifikan yang
berkaitan dengan isu pemerataan (equity). Meskipun program ini menjangkau
banyak titik, sentralisasi lokasi seringkali menjadi masalah bagi warga di
daerah pedalaman. Warga di Kabupaten Pidie Jaya, misalnya, mengeluhkan bahwa
biaya transportasi untuk mencapai lokasi pasar murah yang terpusat di ibu kota
kecamatan dapat menghilangkan keuntungan dari harga beras yang lebih rendah.
d.
Tantangan
Implementasi dan Kritik
Beberapa
tantangan struktural dan operasional menggerogoti efektivitas program Pasar
Murah secara keseluruhan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Pertama,
banyak program intervensi pasar, seperti yang terjadi di Kabupaten Bekasi,
seringkali memiliki "masalah besar dengan efektivitas pelaksanaannya
karena tidak ada evaluasi pelaksanaan yang memadai".
Kedua,
masalah sosialisasi seringkali tidak merata.
Ketiga,
tantangan pasokan dan logistik tetap menjadi hambatan utama. Seperti yang
diungkapkan Perum Bulog, volume penyaluran beras harian masih fluktuatif,
terutama pada akhir pekan atau hari libur, karena tidak semua saluran
distribusi beroperasi.
IV. KETERBATASAN
DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Analisis ini menunjukkan adanya
kesenjangan fundamental antara tujuan makro program intervensi pasar
(stabilisasi harga pasar secara luas) dan fungsi mikronya (bantuan sosial
jangka pendek). Pada dasarnya, program Pasar Murah dan Operasi Pasar di Aceh, meskipun
secara resmi bertujuan untuk menekan inflasi, secara de facto berfungsi
sebagai mekanisme subsidi yang sangat responsif untuk menjaga daya beli
masyarakat yang paling rentan. Efektivitasnya bersifat parsial dan kontekstual:
sangat efektif bagi individu atau rumah tangga yang berhasil membeli beras
bersubsidi, tetapi tidak efektif sebagai alat kebijakan makroekonomi untuk
mengendalikan harga pasar secara keseluruhan.
Kesenjangan ini timbul karena
program ini hanya mengatasi gejala, yaitu harga eceran yang tinggi, tanpa
menyentuh akar masalah struktural. Rantai kausalitasnya dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Penyebab
Awal karena adanya kenaikan harga gabah, musim kemarau, dan keterbatasan
pasokan dari distributor lokal.
2.
Respons
Pemerintah terhadap pelaksanaan operasi pasar sebagai intervensi jangka pendek
untuk menyediakan pasokan alternatif dengan harga terjangkau.
3.
Dampak
Jangka Pendek program ini berhasil meringankan beban sebagian masyarakat dan
menjaga daya beli mereka.
4.
Dampak
Jangka Panjangnya adalah program tidak berpengaruh signifikan terhadap harga
pasar secara keseluruhan karena volume yang terbatas dan isu struktural di hulu
yang tidak teratasi.
Oleh karena itu, diperlukan
pergeseran paradigma dari intervensi yang hanya berfokus pada hilir ke strategi
yang lebih holistik. Intervensi tidak bisa hanya bersifat satu arah dari
pemerintah ke masyarakat. Kerangka kebijakan jangka panjang harus mencakup
peningkatan produksi pertanian lokal, penguatan rantai pasokan, dan kemitraan
yang lebih erat dengan produsen, distributor, dan sektor swasta. Tanpa
mengatasi masalah di hulu dan logistik, program intervensi pasar akan selalu
bersifat sementara dan tidak mampu memberikan dampak yang berkelanjutan pada
stabilitas harga
V. KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
a.
Kesimpulan
Berdasarkan analisis kualitatif
yang komprehensif, dapat disimpulkan bahwa program Pasar Murah dan Operasi
Pasar di Aceh memiliki efektivitas ganda yang bersifat paradoks. Di satu sisi,
program ini sangat efektif sebagai instrumen bantuan sosial yang responsif dan
krusial. Program ini secara nyata berhasil meringankan beban finansial
masyarakat berpenghasilan rendah, menjaga daya beli mereka, dan mendapatkan
respons yang sangat positif dari publik. Tingginya antusiasme dan data
pembelian yang cepat habis menjadi bukti tak terbantahkan dari keberhasilan
ini.
Di
sisi lain, program ini menunjukkan efektivitas yang rendah dalam mencapai
tujuan makroekonominya, yaitu menstabilkan harga beras di pasar secara
keseluruhan. Sifatnya yang insidental, volume yang terbatas, dan tantangan
distribusi yang belum merata, terutama di daerah terpencil, membatasi
dampaknya. Program ini tidak mampu mengatasi akar masalah struktural seperti
ketidakseimbangan pasokan dan masalah logistik.
b.
Rekomendasi Kebijakan
Untuk meningkatkan efektivitas program
intervensi pasar di masa depan, laporan ini merekomendasikan beberapa langkah
kebijakan yang berbasis bukti:
1.
Peningkatan
Akses dan Pemerataan
Pemerintah
perlu melakukan evaluasi yang mendalam terhadap lokasi pelaksanaan program.
Pendekatan distribusi harus lebih merata dan tidak hanya terpusat di ibu kota
kecamatan, dengan mempertimbangkan jangkauan hingga ke desa-desa terpencil.
Alternatif distribusi yang inovatif, seperti melalui kios mitra Bulog atau
koperasi desa, dapat memastikan manfaat program dirasakan oleh masyarakat yang
paling membutuhkan.
2.
Penguatan
Mekanisme dan Evaluasi
Pelaksanaan
program seharusnya tidak hanya bersifat insidental, tetapi juga direncanakan
secara lebih reguler. Lebih penting lagi, pemerintah harus membangun mekanisme
evaluasi dampak yang sistematis dan berkelanjutan. Evaluasi ini harus
melibatkan partisipasi masyarakat untuk mengumpulkan masukan langsung mengenai
efektivitas program dan mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
3.
Intervensi
Holistik
Kebijakan
intervensi harga tidak dapat berdiri sendiri. Program Pasar Murah harus
dikombinasikan dengan strategi jangka panjang yang bersifat struktural. Ini
termasuk mendukung peningkatan produksi pertanian lokal , memperkuat rantai
pasokan dari petani hingga konsumen, dan meningkatkan pengawasan terhadap
praktik curang di pasar, seperti pengoplosan beras.
4.
Peningkatan
Kemitraan
Mendorong
koordinasi dan kemitraan yang lebih erat antara pemerintah daerah, pemerintah
pusat (melalui Bulog), dan sektor swasta, termasuk produsen, distributor, dan
kelompok tani. Kemitraan ini dapat memperkuat infrastruktur logistik dan
memastikan ketersediaan pasokan yang lebih stabil dan berkelanjutan di pasar.
DAFTAR PUSTAKA
3.
https://www.antarafoto.com/id/view/2627585/harga-beras-di-aceh-naik
4.
https://www.youtube.com/watch?v=nJxipCCG300
5.
https://www.kba.one/news/pedagang-ngeluh-harga-beras-di-banda-aceh-mahal/index.html
7.
https://media.neliti.com/media/publications/393425-none-72525b99.pdf
9.
https://acehprov.go.id/berita/kategori/ekonomi/tekan-laju-inflasi-disperindag-aceh-gelar-pasar-murah
12. https://aceh.bpk.go.id/stabilkan-harga-gayo-lues-gelar-pasar-murah/
Comments
Post a Comment