Tidak Ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh
Friday, December 5, 2014
Add Comment
Manusia terlahir dengan cinta. Manusia adalah buah
cinta. Manusia terlahir dengan rasa cinta yang dimiliki oleh nuraninya. Jatuh
cinta adalah hal seluruh manusia. Secara sempit cinta dimaksud lelaki yang
mencintai seorang wanita atau wanita mencintai seorang pria. Tetapi dibalik
pemikiran sempit ini ada ribuan cinta lainya. Cinta yang hakiki adalah
mencintai Sang Pencipta kita, Mencinta Rasul kita, mencintai Orang tua kita,
mencintai saudara sanak famili kita, mencintai Guru-guru kita, dan lain
sebagainya.
Jika kita menilik kembali pada cinta yang sempit
tadi. Ya, cintanya seorang pria kepada seorang wanita. Banyak landasan yang
membawa cinta kita. Misalnya karena kecantikan, karena sikap dan akhlaknya,
karena kepintarannya atau bahkan cinta yang diselimuti oleh nafsu. Ketika
lelaki dan wanita sudah jatuh cinta maka timbul berbagai macam kebijakan dan
tindaklanjut dari cinta mereka. Salah satunya menjalin hubungan.
Menjalin hubungan ini masih sangat umum. Menjalin
hubungan dalam lingkaran resmi atau menjalin hubungan hanya dengan komitmen
yang tidak tertulis. Ya salah satu berpacaran. Hanya dengan modal kepercayaan
bahwa saya cinta dia, dan dia cinta saya, kita ingin selalu bersama maka tanpa
akad tapi melalui tembak. Jadi hubungan berpacaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dasar
pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan
cinta kasih. Sedangkan berpacaran adalah bercintaan atai berkasih-kasihan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat saya ambil kesimpulan bahwa berpacaran
adalah menjalin hubungan percintaan dengan teman lawan jenis yang sama-sama
mempunyai rasa saling cinta dan saling kasih.
Hampir diseluruh penjuru dunia mengenal adanya
istilah berpacaran tetapi dianalogikan lebih ke bahasa dan kata yang berbeda.
Misalnya relationship, menjalin hubungan cinta, dan lain sebagainya.
Begitu juga dengan Negeri Aceh. Berpacaran sudah
menjadi tradisi pergaulan masa kini bagi pemuda Agam Inong Aceh masa dulu dan
masa kini. Berpacaran telah proses yang umum harus dilalui untuk menuju jenjang
pernikahan. Misalnya seorang Agam yang mulai menyukai seorang inong.
Selanjutnya seorang Inong juga mempunyai rasa yang sama. Mulailah si Agam
menembak si Inong untuk bisa menjadi pacar, dan tidak perlu perjuangan yang
berat si Inong juga menerima menjadi pacarnya. Hal ini didasari karena saling
mencinta diantara mereka. Dan akhirnya “meucewek-lah” mereka. Setelah beberapa
waktu “meucewek-lah”, jika memang komitmen hubungan mereka sama, lanjutlah
hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Selanjutnya setelah pernikahan membina
rumah tangga dan melengkapi keluarganya yang terdiri Ayah, Ibu, dan
Anak-anaknya.
Dari sepenggal ilustrasi diatas dapat kita petik
satu kata penting yaitu “meucewek”. Si Agam “meucewek” dengan Si Inong. Inilah
istilah yang digunakan oleh masyarakat aceh asli mengenai penggantian kata
berpacaran. Kata “meucewek” sangat umum digunakan. Bahkan bisa diartikan secara
terpisah sebagai “bermain cewek” yaitu Si Agam yang bermain cewek dengan Si
Inong. Beberapa contoh lainnya bisa saya
kemukakan berikut.
Pada saat makan malam, terjadi percakapan antara
Abua dan Miwa.
Abua : “ngen soe Si Dolah jih meucewek?”
Miwa : “ngen si Rahmi aneuk Pak Geuchik
Meunasah Kuala
Penjelasan kalimat
diatas, kata “meucewek” dapat diartikan secara general. Yaitu hubungan pacaran
antara Si Dolah dan Si Rahmi.
Berikut ilustrasi
lainnya.
Dekboy : “ Hid, peu Dek Mur hana meucewek lom?
Rohid : “ Sang hana lom Boy, ku ngieng jih sidroe
sabe. Peu na mang?
Penjelasan dari
kalimat diatas. Jika kita telisik secara ringkas bahwa. Dek Mur sedang tidak bermain cewek, dan jika kita berpikir
lagi “apakah Si Dek Mur seorang
penyuka sesama jenis?”. Jawabannya tentu tidak. Istilah meucewek
mengindikasikan arti dari berpacaran. Tetapi kata yang digunakan tetap
meucewek. Jika kita balik seharusnya kata yang digunakan adalah meucowok. Tapi
sayangnya tidak ada istilah “meucowok” dalam bahasa aceh.
Demikianlah keragaman
bahasa dan kata yang kita miliki. Dari berbagai kosa kata yang ada memiliki
makna tersendiri yang harus kita cerna dan kita cari tahu. Berbagai istilah
pula dapat memberbalikkan makna. Makna yang positif bisa saja menjadi negatif
jika kita tidak tau arti yang sebenarnya. Begitu juga dengan kata “meucewek”.
Kehidupan masyarakat
aceh senditi dari dari dulu dan kini, jika kita lihat dari kekayaan bahasanya
dan kehidupan sehari-hari didepan mata kita. Statement yang bisa saya katakan
adalah “Tidak ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh”, “Tidak ada orang yang
berpacara”. Kenapa? Karena Orang Aceh tidak pernah berpacaran dan tidak kenal
dengan istilah pacaran, dan tidak suka berpacaran. Tetapi bagaimana dengan
“meucewek”?. Anda yang membaca ini dan Anda orang Aceh. Silahkan jawab sendiri.
0 Response to "Tidak Ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh"
Post a Comment