Tidak Ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh

Manusia terlahir dengan cinta. Manusia adalah buah cinta. Manusia terlahir dengan rasa cinta yang dimiliki oleh nuraninya. Jatuh cinta adalah hal seluruh manusia. Secara sempit cinta dimaksud lelaki yang mencintai seorang wanita atau wanita mencintai seorang pria. Tetapi dibalik pemikiran sempit ini ada ribuan cinta lainya. Cinta yang hakiki adalah mencintai Sang Pencipta kita, Mencinta Rasul kita, mencintai Orang tua kita, mencintai saudara sanak famili kita, mencintai Guru-guru kita, dan lain sebagainya.


Jika kita menilik kembali pada cinta yang sempit tadi. Ya, cintanya seorang pria kepada seorang wanita. Banyak landasan yang membawa cinta kita. Misalnya karena kecantikan, karena sikap dan akhlaknya, karena kepintarannya atau bahkan cinta yang diselimuti oleh nafsu. Ketika lelaki dan wanita sudah jatuh cinta maka timbul berbagai macam kebijakan dan tindaklanjut dari cinta mereka. Salah satunya menjalin hubungan.

Menjalin hubungan ini masih sangat umum. Menjalin hubungan dalam lingkaran resmi atau menjalin hubungan hanya dengan komitmen yang tidak tertulis. Ya salah satu berpacaran. Hanya dengan modal kepercayaan bahwa saya cinta dia, dan dia cinta saya, kita ingin selalu bersama maka tanpa akad tapi melalui tembak. Jadi hubungan berpacaran.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata dasar pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Sedangkan berpacaran adalah bercintaan atai berkasih-kasihan. Berdasarkan definisi tersebut dapat saya ambil kesimpulan bahwa berpacaran adalah menjalin hubungan percintaan dengan teman lawan jenis yang sama-sama mempunyai rasa saling cinta dan saling kasih.

Hampir diseluruh penjuru dunia mengenal adanya istilah berpacaran tetapi dianalogikan lebih ke bahasa dan kata yang berbeda. Misalnya relationship, menjalin hubungan cinta, dan lain sebagainya.

Begitu juga dengan Negeri Aceh. Berpacaran sudah menjadi tradisi pergaulan masa kini bagi pemuda Agam Inong Aceh masa dulu dan masa kini. Berpacaran telah proses yang umum harus dilalui untuk menuju jenjang pernikahan. Misalnya seorang Agam yang mulai menyukai seorang inong. Selanjutnya seorang Inong juga mempunyai rasa yang sama. Mulailah si Agam menembak si Inong untuk bisa menjadi pacar, dan tidak perlu perjuangan yang berat si Inong juga menerima menjadi pacarnya. Hal ini didasari karena saling mencinta diantara mereka. Dan akhirnya “meucewek-lah” mereka. Setelah beberapa waktu “meucewek-lah”, jika memang komitmen hubungan mereka sama, lanjutlah hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Selanjutnya setelah pernikahan membina rumah tangga dan melengkapi keluarganya yang terdiri Ayah, Ibu, dan Anak-anaknya.

Dari sepenggal ilustrasi diatas dapat kita petik satu kata penting yaitu “meucewek”. Si Agam “meucewek” dengan Si Inong. Inilah istilah yang digunakan oleh masyarakat aceh asli mengenai penggantian kata berpacaran. Kata “meucewek” sangat umum digunakan. Bahkan bisa diartikan secara terpisah sebagai “bermain cewek” yaitu Si Agam yang bermain cewek dengan Si Inong.  Beberapa contoh lainnya bisa saya kemukakan berikut.

Pada saat makan malam, terjadi percakapan antara Abua dan Miwa.

Abua      : “ngen soe Si Dolah jih meucewek?”
Miwa      : “ngen si Rahmi aneuk Pak Geuchik Meunasah Kuala
Penjelasan kalimat diatas, kata “meucewek” dapat diartikan secara general. Yaitu hubungan pacaran antara Si Dolah dan Si Rahmi.

Berikut ilustrasi lainnya.

Dekboy  : “ Hid, peu Dek Mur hana meucewek lom?
Rohid     : “ Sang hana lom Boy, ku ngieng jih sidroe sabe. Peu na mang?

Penjelasan dari kalimat diatas. Jika kita telisik secara ringkas bahwa. Dek Mur sedang tidak bermain cewek, dan jika kita berpikir lagi “apakah Si Dek Mur seorang penyuka sesama jenis?”. Jawabannya tentu tidak. Istilah meucewek mengindikasikan arti dari berpacaran. Tetapi kata yang digunakan tetap meucewek. Jika kita balik seharusnya kata yang digunakan adalah meucowok. Tapi sayangnya tidak ada istilah “meucowok” dalam bahasa aceh.

Demikianlah keragaman bahasa dan kata yang kita miliki. Dari berbagai kosa kata yang ada memiliki makna tersendiri yang harus kita cerna dan kita cari tahu. Berbagai istilah pula dapat memberbalikkan makna. Makna yang positif bisa saja menjadi negatif jika kita tidak tau arti yang sebenarnya. Begitu juga dengan kata “meucewek”.


Kehidupan masyarakat aceh senditi dari dari dulu dan kini, jika kita lihat dari kekayaan bahasanya dan kehidupan sehari-hari didepan mata kita. Statement yang bisa saya katakan adalah “Tidak ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh”, “Tidak ada orang yang berpacara”. Kenapa? Karena Orang Aceh tidak pernah berpacaran dan tidak kenal dengan istilah pacaran, dan tidak suka berpacaran. Tetapi bagaimana dengan “meucewek”?. Anda yang membaca ini dan Anda orang Aceh. Silahkan jawab sendiri.

0 Response to "Tidak Ada Istilah Pacaran dalam Kamus Aceh"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel