*Dampak
Pasar Murah Terhadap Harga Pasar Beras di Beberapa Kabupaten Kota di Aceh
Pasar murah adalah program pemerintah atau lembaga terkait yang menyediakan bahan pokok (seperti beras) dengan harga di bawah pasar untuk melindungi daya beli masyarakat. Tujuannya menstabilkan harga pangan dan mencegah inflasi di saat harga melonjak. Misalnya di Banda Aceh, saat HUT RI ke-80 tahun 2025 Dinas Pangan setempat bersama BULOG menyediakan 6 ton beras murah kepada warga. Pertanyaannya, sejauh mana intervensi seperti ini dapat menurunkan harga pasar beras dalam jangka pendek (1–3 bulan), mengingat hukum ekonomi permintaan dan penawaran?
Hukum
Permintaan dan Penawaran
Menurut
teori ekonomi mikro makro, apabila pasokan suatu barang meningkat sementara
permintaan tetap, harga ceteris paribus akan turun. Sebaliknya, jika pasokan
menurun (misalnya karena gagal panen), harga cenderung naik. Data BPS
menunjukkan bahwa pada Juli 2025 rata-rata harga beras di tingkat penggilingan
naik 2,71% (dari Rp12.994 menjadi Rp13.346 per kg). Kenaikan ini menggambarkan
ketatnya pasokan akibat faktor cuaca buruk. Secara sederhana, menambah pasokan
dengan cara pasar murah diharapkan menekan kenaikan harga jangka pendek. Namun
dalam praktik, efeknya sering terbatas. Kajian di Aceh 2006 menemukan bahwa
operasi pasar Bulog saat itu hanya memberi “dampak sangat kecil menurunkan
harga beras di tingkat konsumen” karena defisit pasokan. Artinya, apabila
pasokan distribusi lokal sangat terbatas, tambahan stok kecil relatif terhadap
permintaan, dampak penurunan harga oleh operasi pasar atau pasar murah bisa
minimal.
Kebijakan
Pemerintah dan HET
Pemerintah
Indonesia menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras agar harga pokok
terjangkau. Contohnya, Aceh (zona 2) menetapkan HET beras medium Rp13.100/kg.
Namun Juli 2025 harga pasar sudah melampaui batas tersebut. Sebagai respons,
pemerintah daerah dan BULOG melakukan intervensi harga melalui beberapa
instrumen:
- Operasi
Pasar:
Penjualan beras (biasanya jenis premium) oleh BULOG/Disperindag dengan
harga di bawah pasar. Misalnya, akhir Juli 2025 Aceh serentak menggelar
operasi pasar di 23 kabupaten, total 225 ton beras premium disubsidi
Rp6.000/kg (5 kg dijual Rp56.000). Ini bertujuan menahan laju inflasi
daerah dan menjaga daya beli masyarakat.
- Pasar Murah: Kegiatan
lokal yang mirip operasi pasar tetapi bisa melibatkan banyak komoditas.
Dilakukan oleh dinas/kodim/polres dengan dukungan BULOG atau pemerintah
pusat. Contohnya adalah gerakan pangan murah atau pasar murah menjelang
hari raya. Dalam pasar murah, barang pokok (beras, minyak, gula, dll.)
dijual lebih murah dari pasar.
- Subsidi/Bantuan
Pangan:
Penyaluran beras raskin/bansos kepada golongan ekonomi rendah, yang
mempengaruhi permintaan riil masyarakat miskin.
Langkah-langkah
di atas bertujuan menyeimbangkan pasar danpasar murah sebagai intervensi untuk
menekan inflasi lokal dan membuat kebutuhan pokok tetap terjangkau.
Perbedaan
Pasar Murah dan Operasi Pasar
Meskipun
tujuannya sama (stabilisasi harga), ada beberapa perbedaan operasional:
- Pelaksana: Operasi
pasar biasanya diinisiasi oleh BULOG atau Disperindag provinsi/kota. Pasar
murah bisa digerakkan oleh pemerintah daerah atau aparat keamanan
(TNI/Polri) bekerjasama dengan BULOG.
- Jenis
Komoditas:
Operasi pasar sering fokus pada satu komoditas (misal beras premium)
dengan kuota tertentu. Pasar murah sering mencakup paket sembako beragam
(beras, minyak, gula) sesuai kebutuhan lokal.
- Sasaran
Masyarakat:
Operasi pasar ditujukan untuk seluruh masyarakat dengan penghasilan
rendah-menengah, biasanya dengan mekanisme kuota per orang. Pasar murah
juga demikian, namun kadang lebih “gotong-royong” dan melibatkan komunitas
atau organisasi massa.
- Frekuensi: Operasi
pasar diadakan secara periodik atau sesuai perintah inflasi. Pasar murah
sering dilaksanakan pada momentum tertentu (misal menjelang Idul Fitri,
HUT Kemerdekaan) dan bisa dilakukan oleh banyak lembaga secara sporadis.
Contoh
konkret perbedaan ini terlihat di Aceh: Operasi pasar beras premium Aceh pada
29–30 Juli 2025 diikuti 46 titik penjualan serentak, menurunkan harga menjadi
Rp56.000 per 5 kg. Sementara itu, Kodim atau Polres Aceh menyelenggarakan
“pasar pangan murah” di kecamatan-kecamatan, misalnya di Aceh Barat Daya
(Abdya) 11 Agustus 2025, menjual beras SPHP seharga Rp60.000/5 kg.
Contoh
Pasar Murah Beras di Banda Aceh dan Sekitarnya
Beberapa
contoh kegiatan pasar murah/operasi pasar di Aceh antara Juli–Agustus 2025:
- Banda Aceh
(13–14 Agustus 2025): Dinas Pangan Banda Aceh gelar Gerakan
Pangan Murah menyediakan total 6 ton beras untuk warga kota. Setiap
warga dibatasi beli 2 karung (10 kg) beras premium, dijual Rp61.000 per 5
kg (≈Rp12.200/kg). Acara ini digelar karena harga beras di pasar telah
melampaui HET; tujuannya “menekan harga beras di tengah kenaikan harga
pasar”.
- Aceh Barat
Daya – Abdya (11 Agustus 2025): Kodim 0110/Abdya bersama Bulog
adakan pasar pangan murah di Kuala Batee. Sebanyak 4 ton beras SPHP ludes
terjual dalam 2 jam. Harga jual Rp60.000 per 5 kg (Rp12.000/kg), jauh
lebih murah dari harga pasar saat itu. Masyarakat menyambut antusias
karena harga beras naik tinggi sebelumnya.
- Aceh
Tamiang (11 Agustus 2025): Polres Aceh Tamiang menggelar
Gerakan Pangan Murah dengan 800 karung (4 ton) beras, dijual Rp60.000/5 kg.
Kapolres menyatakan ini untuk “menjaga stabilitas pasokan dan harga
pangan” serta mengendalikan inflasi lokal.
- Provinsi
Aceh (29–30 Juli 2025): Disperindag Aceh bersama Bulog menggelar
operasi pasar di 46 titik di 23 kabupaten/kota, dengan kuota 225 ton beras
premium. Setiap 5 kg dijual Rp56.000 dan 10 kg Rp112.000.
- Lokasi lain
di Aceh:
Banyak kabupaten di Aceh mengadakan operasi pasar murah serupa saat harga
beras melonjak, baik melalui Dinas Pangan maupun aparat (lihat jadwal Aceh
Singkil, Aceh Tenggara, dll.).
Dampak
Jangka Pendek (1–3 Bulan)
Dalam
1–3 bulan pertama, pasar murah/operasi pasar menambah pasokan beras lokal
sehingga sedikit meredam laju kenaikan harga. Tambahan pasokan ini menggeser
kurva penawaran jangka pendek ke kanan, sehingga harga di pasar utama turun
atau setidaknya tidak melonjak lebih tinggi. Misalnya, intervensi ini
diharapkan menahan inflasi beras. Wakil Gubernur Kalteng menyatakan pasar murah
membuat harga sembako “lebih stabil dan terjangkau” serta mengurangi beban
masyarakat. Kapolres Aceh Tamiang juga berharap program ini “membantu
masyarakat … mendapatkan kebutuhan pangan dengan harga lebih terjangkau”.
Namun,
skala efeknya relatif kecil dan bersifat sementara. Sebelum operasi pasar Aceh
akhir Juli, harga beras sudah menembus HET karena pasokan terbatas. Intervensi
operasi/pasar murah biasanya hanya meng-cover sebagian kecil kebutuhan total.
Studi sebelumnya di Aceh bahkan menunjukkan operasi pasar memiliki “dampak
sangat kecil” menurunkan harga konsumen bila defisit besardownload.garuda.kemdikbud.go.id.
Hal ini terlihat juga dari cepatnya habisnya beras murah Abdya (4 ton ludes 2
jam) – menandakan permintaan jauh melebihi pasokan intervensi.
Secara
ringkas, dalam 1–3 bulan pasar murah bisa memperlambat laju kenaikan harga
dengan memberikan pasokan tambahan sementara. Efek utamanya lebih pada menjaga
stabilitas harga (menghindarkan lonjakan ekstrim) daripada menurunkan harga
menjadi lebih murah dari semula. Dampak kebijakan ini adalah penahan inflasi
lokal dan meringankan tekanan pembelian bagi masyarakat kurang mampu. Setelah
program selesai, harga cenderung kembali mengikuti kondisi pasokan-permintaan
mendasar.
Kendala
Produksi Beras di Aceh
Keterbatasan
pasokan lokal menjadi faktor utama yang membatasi efektivitas pasar murah. Aceh
sebenarnya memiliki produksi padi yang signifikan. Data BPS Provinsi mencatat
produksi gabah kering giling (GKG) Aceh 2024 sebesar ~1,64 juta ton (setara
~0,95 juta ton beras). Bahkan pada awal 2025 Bulog Aceh menyatakan stok beras
masih surplus hingga enam bulan ke depan sehingga impor tidak diperlukan
Namun,
produksi tersebut sangat tergantung musim dan iklim. Tahun 2025 Aceh dilanda
musim kemarau panjang (fenomena El Niño). Dampaknya, hasil panen padi turun
drastis di banyak wilayah. Misalnya di Aceh Besar, hasil panen padi gadu yang
biasanya 6–7 ton per hektare anjlok menjadi hanya 2–4 ton per hektare. Beberapa
sawah bahkan gagal panen karena kekeringan parah. Penurunan hasil serupa
dilaporkan di Pidie dan kabupaten lain di pantai timur Aceh. Kondisi ini
menyebabkan penurunan pasokan gabah/basah yang diolah menjadi beras, sehingga
ketersediaan beras di pasar berkurang sementara permintaan tetap atau meningkat.
Kendala
lain adalah keterbatasan infrastruktur dan intensifikasi pertanian. Aceh
memiliki luas lahan sawah tadah hujan dan rawa yang besar, namun belum
sepenuhnya dioptimalkan. Kementan mendorong peningkatan luas tanam dan indeks
pertanaman melalui pompanisasi dan pengolahan lahan rawa di Aceh. Jika tidak
ada perbaikan irigasi dan input pertanian, produksi tahunan sulit ditingkatkan
drastis. Singkatnya, supply-side constraint seperti cuaca ekstrem dan
keterbatasan lahan menyebabkan produksi beras Aceh tidak merata dan tidak cukup
selalu memenuhi kebutuhan, sehingga membuat harga rentan naik.
Kesimpulan
Pasar
murah dan operasi pasar merupakan instrumen penting kebijakan pemerintah untuk
stabilisasi harga pangan. Secara teori, penambahan pasokan beras jangka pendek
akan menekan harga pasar sesuai hukum penawaran-permintaan. Dalam praktik 1–3
bulan pertama, pasar murah di Aceh terbukti membantu menahan laju kenaikan
harga beras dan meredam inflasi lokal. Namun dampaknya tidak drastis menurunkan
harga pasar, karena kuantitas tambahan relatif kecil dan temporer. Penelitian
Aceh sebelumnya menyimpulkan operasi pasar hanya memberi pengaruh minimal pada
harga konsumen ketika terjadi defisit besar.
Faktor
produksi menjadi penentu jangka panjang. Musim kemarau 2025 menurunkan hasil
panen Aceh secara signifikan, sehingga tanpa produksi yang meningkat,
intervensi pasar murah hanya solusi sementara. Agar harga beras stabil
berkelanjutan, perlu kebijakan terpadu: selain operasi pasar/pasar murah,
pemerintah perlu meningkatkan produktivitas pertanian (irigasi, bibit unggul,
pupuk), mengoptimalkan lahan, serta menjaga stok cadangan. Dengan demikian,
pasar murah dapat berfungsi lebih efektif sebagai alat pengendali inflasi dan
jaring pengaman sosial, bukan satu-satunya penentu harga pasar.
Sumber:
Berbagai
laporan pemerintah dan media lokal Aceh tahun 2025, data BPS Aceh 2024, serta
kajian ekonomi pasar beras di Aceh. Analisis didasarkan pada teori ekonomi
permintaan-penawaran dan konteks kebijakan pangan nasional.
Photo : www.nusabali.com
Comments
Post a Comment