Skip to main content

PUBLIC SERVICE HARUSNYA PELAYANAN, BUKAN PENDERITAAN

Hai pembaca, pernahkah kamu terpikir bahwa saat kita mengurus dokumen atau menunggu layanan publik, hati kita rasanya lebih banyak dibikin ngos-ngosan daripada senang? Iya, kepingin merasa dilayani, yang ada hanya berjibaku dengan antrean panjang, birokrasi njelimet, hingga rasa frustrasi yang bisa bikin hari kita berantakan. Padahal konsep dasar Public Service (pelayanan publik) seharusnya menempatkan warga sebagai subjek yang dilayani, bukan sebagai objek penderita. Dalam opini santai tapi tetap ngena ini, kita akan membedah kenapa pelayanan publik sering berubah menjadi penderitaan, dan bagaimana seharusnya kita membalikkan paradigma itu—dengan sentuhan teori yang ringan namun bermakna.

Mari kita awali terlebih dahulu, apa itu Pelayanan publik? Kita kupas teorinya dulu sedikit. Dimana Menurut Lester Salamon (2002) dalam teorinya tentang pemerintahan modern, adalah serangkaian aktivitas yang diselenggarakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar warga. Sederhananya, dari urusan KTP, izin usaha, sampai layanan kesehatan, semua ini masuk dalam kategori "pubic service." Tetapi, ada yang keliru jika kita hanya melihat sisi formal pengurusan berkas. Teori Public Value (Moore, 1995) menegaskan bahwa layanan publik idealnya menciptakan nilai bagi masyarakat—bukan sekadar memproses dokumen, tetapi memberikan rasa aman, cepat, dan adil.

Kalau kita dengar dengar Kenapa Justru Jadi Penderitaan? Biar santai tapi jujur: kenapa sih urusan negeri ini kerap bikin kita stres? Pertama, ada budaya birokrasi yang terlampau kaku. Teori Weber tentang birokrasi menyebutkan bahwa struktur birokrasi cenderung menekankan aturan dan prosedur, sehingga aspek manusiawi kerap terabaikan. Kedua, resistensi terhadap perubahan digital juga mempersulit inovasi (Rogers, 2003). Meski sudah banyak e-government, nyatanya masih banyak warga yang harus datang ke kantor, menyeret berkas, dan bersalaman dengan calo administratif.

Dimana masyarakat atau penerima layanan hanyalah mau dan ingin dilayani dengan cepat dan tepat atau dengan kata lain masyarkat hanya ini service experience-nya saja. Teori Layanan sebagai Pengalaman (Service Experience) Service Experience adalah konsep yang lebih sering dipakai di sektor swasta. Teori ini menekankan pentingnya pengalaman pengguna (user experience) dalam setiap interaksi layanan. Kenapa ini penting? Karena bila pengalaman kita buruk—misalnya petugas lamban, tempat tunggu tak nyaman, informasi tidak jelas—maka persepsi kita terhadap layanan akan buruk pula. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip Service Design dari Kimbell (2011), pemerintah bisa mendesain ulang alur pelayanan yang berfokus pada kebutuhan masyarakat.

Selain pengalaman, masyarakan atau pelanggan juga butuh yang namanya public trust. Hal yang perlu ditekankan disini adalah Publik Trust dan Legitimasi Berdasarkan teori Legitimasi Organisasi (Suchman, 1995), semakin buruk layanan publik, semakin rendah kepercayaan warga. Dalam konteks pemerintahan, kepercayaan (public trust) adalah mata uang paling berharga. Tanpa kepercayaan, program-program pembangunan sulit berjalan. Misalnya, program vaksinasi atau pendataan sensus online gagal optimal jika warga sudah trauma duluan dengan pengalaman mengurus KK atau akta kelahiran.

Biar lebih nyata kita masuk ke dalam cerita nyata Contoh Kasus: Antrean Daring vs Luring. Mari kita lihat dua situasi: di Kota A, layanan izin mendirikan bangunan (IMB) dapat diurus sepenuhnya daring; di Kota B, warga masih harus datang fisik. Di Kota A, waktu proses bisa mepet 5–7 hari, dan status langsung muncul di portal. Di Kota B, antrean bisa sampai berjam-jam, dan petugas sering menolak karena formulir salah format. Perbedaan ini menunjukkan pentingnya integrasi digital yang didukung proses bisnis yang simpel.

Berdasarkan narasi diatas, saya sebagai penulis opini ini ada rekomendasi Praktis dengan sedikit Sentuhan Teori agar ada dasar pemahamannya, yaitu :

  • Simple Rules, Big Results: Teori dari Geoffrey Parker (2016) tentang governance networks menyarankan pembuatan aturan sederhana namun jelas. Misalnya, cukup 5 langkah online untuk pengajuan atau pengurusan berkas tertentu.
  • User-Centered Design: Terapkan metode Design Thinking (Brown, 2008) dalam perancangan sistem layanan.
  • Pelatihan SDM Berbasis Kompetensi: Gunakan kerangka kompetensi (Boyatzis, 1982) untuk menyiapkan petugas yang ramah dan paham teknologi.
  • Feedback Loop Terukur: Bangun budaya evaluasi berkelanjutan dengan indikator outcome, bukan sekadar output. Hal ini bisa dijalankan dengan implementasi survey kepuasan masyarakat atau SKM yang benar-benar diisi bukan kuisioner modifikasi agar nilai yang dicapai baik.

Setelah kita menerapakan itu semua tentu ada manfaat atau benefit yang didapat. Salah satunya Manfaat Ketika Pelayanan Menyenangkan, Bukan Menyakitkan Bayangkan ketika warga merasa dilayani layaknya "tamu istimewa"—bukan sebagai pengganggu rutinitas kantor. Berdasarkan teori Customer Delight (Oliver, 1999), sedikit sentuhan ekstra seperti kursi tunggu nyaman, ruangan berpendingin yang sejuk, adanya fasilitas penunjang atau notifikasi SMS real-time bisa meningkatkan kepuasan masyarakat hingga 70%. Dampaknya? Pengaduan menurun, partisipasi publik meningkat, dan kepercayaan pada pemerintah tumbuh.

Kesimpulan Pelayanan publik tidak boleh menjadi penderitaan. Dengan mengombinasikan teori birokrasi, Service Experience, dan Design Thinking, kita bisa menciptakan layanan yang cepat, mudah, dan menyenangkan. Intinya, ubah mindset dari "warga harus sabar antri" menjadi "pemerintah siap memberi kemudahan". Karena sejatinya, public service adalah ladang kepercayaan, bukan medan penderitaan.

Comments

Popular posts from this blog

PEMIKIRAN YANG DIJADIKAN DASAR FALSAFAH PADA SISTEM EKONOMI KAPITALIS

Ekonomi kapitalis adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan distribusi, serta pada prinsip-prinsip pasar bebas. Dasar falsafah sistem ini dibangun melalui berbagai pemikiran dari sejumlah filsuf dan ekonom, yang berperan besar dalam mengembangkan teori dan praktik kapitalisme.

ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN DALAM MANAJEMEN

Fungsi pengawasan (controlling) merupakan salah satu elemen penting dalam proses manajemen. Dalam siklus manajemen yang terdiri dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (leading), dan pengawasan (controlling), pengawasan berperan untuk memastikan bahwa semua aktivitas organisasi berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Fungsi ini bertujuan untuk menjaga keberhasilan operasional serta membantu organisasi dalam mencapai tujuan strategisnya. Artikel ini akan menganalisis lebih dalam fungsi pengawasan, mencakup pengertian, tujuan, jenis, proses, serta tantangan yang sering dihadapi dalam implementasinya. Pengertian Fungsi Pengawasan Pengawasan adalah proses sistematis untuk memantau, mengevaluasi, dan mengarahkan kegiatan agar sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Dalam konteks manajemen, pengawasan mencakup evaluasi kinerja organisasi, tim, maupun individu. George R. Terry mendefinisikan pengawasan sebagai proses menentukan apa yang telah...

HUBUNGAN JENIS TEKNOLOGI DENGAN KARAKTERISTRIK STRUKTUR DAN MANAJEMEN PADA SUATU BAGIAN ORGANISASI

Teknologi telah menjadi salah satu pilar utama yang membentuk dinamika organisasi modern. Dalam konteks organisasi, teknologi tidak hanya mencakup alat-alat fisik tetapi juga mencakup proses, sistem, dan platform yang mendukung operasi serta pengambilan keputusan. Pemanfaatan teknologi ini secara langsung memengaruhi struktur organisasi serta pendekatan manajemen yang diterapkan. Artikel ini akan membahas bagaimana jenis teknologi berhubungan dengan karakteristik struktur organisasi dan pendekatan manajemen pada suatu bagian organisasi, dengan memberikan analisis berdasarkan teori organisasi modern. 1. Definisi Teknologi, Struktur Organisasi, dan Manajemen Teknologi dalam Organisasi Teknologi dalam organisasi mencakup semua alat, metode, dan sistem yang digunakan untuk mencapai tujuan organisasi. Contohnya meliputi: Teknologi produksi: Mesin otomatis, robotika, atau perangkat lunak manufaktur. Teknologi informasi: Sistem ERP, CRM, atau perangkat lunak analisis data. Teknologi komunik...