Dalam dekade terakhir, perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) telah menjadi kekuatan disruptif yang mengubah wajah industri secara masif. Dari chatbot layanan pelanggan, sistem rekrutmen otomatis, hingga analitik prediktif dalam pengambilan keputusan bisnis, AI telah menembus hampir semua lini proses manajerial. Namun, di tengah euforia efisiensi dan produktivitas, muncul pertanyaan kritis yang semakin mendesak untuk dijawab: bagaimana nasib tenaga kerja manusia? Apakah teknologi benar-benar menggantikan manusia, atau justru mendorong lahirnya model kolaborasi baru antara manusia dan mesin? Artikel ini mengusung opini bahwa perusahaan tidak cukup hanya berinvestasi pada teknologi. Lebih dari itu, diperlukan kesadaran etis, strategi sosial, dan transformasi budaya kerja agar otomatisasi tidak menciptakan ketimpangan, melainkan menjadi katalisator pertumbuhan yang inklusif. Dengan pendekatan teori manajemen perubahan, etika bisnis, dan strategi upskilling, ...